Kenapa Harus Hidup Membenci?


Kenapa harus hidup membenci?
Kenapa harus melelahkan diri sendiri dengan perasaan yang pada dasarnya tidak membuat nyaman?
Kenapa harus membenci kepada orang yang bahkan kita tidak kenal?
Kenapa?


Pertanyaan diatas merupakan pertanyaan yang akhir-akhir ini terlintas di kepala gue.
Asli gue bingung, apa motivasi orang buat membenci orang yang bahkan "tegur sapa" pun belum pernah?
Hanya karena dia pernah mendengar hal tentang orang tersebut dari orang lain a.k.a "katanya".

Contoh mudahnya seperti membenci selebriti. Well, kita bisa tau semua kegiatan seleb tersebut di berbagai media. Tapi apakah berhak kita menjudge bahkan membenci seleb tersebut apalagi sampai meninggalkan komentar yang menyakiti hati di postingan dia?
Menurut logika gue terlalu lucu sih. Oke, nggak sampai meninggalkan komentar dipostingannya tapi menyebarkan sifat-sifat buruk yang "diberitahu orang" tentang orang tersebut.
I believe if there's no perfect in the world. Apalagi manusia yang diciptakan bisa berbuat salah. Itu yang membedakan manusia dengan malaikat. So, if there's people have a bad habit or personality that's an ordinary thing. Who are we? Sampe menyebarkan ketidaksukaan kita kepada orang lainnya? Iya kalau bener, kalau nggak? Kita menyebarkan fitnah.

Bukankah membenci itu melelahkan ya? Kalau diibaratkan adonan, malah membuat adonan itu keras dan hancur dengan sendirinya. Bayangkan adonan itu hati kita?
Sepertinya gue pernah membahas tentang ketidakpedulian gue kepada urusan "gak penting" orang lain. Peduli dengan kepo-an itu beda ya. Tolong dicatat.
Contoh lagi, awkarin yang dengan bangganya pernah memproklamirkan diri di bio akun instagramnya as "bad influencer". Followers dia 2,2 juta cuy. Kebanyakan remaja ababil yang mungkin punya obsesi kepingin jadi hits kaya idolanya. Apakah lantas gue punya alasan buat membenci awkarin? BIG NO. Menyayangkan, iya. But for judging her? Gue bukan manusia sempurna yang berhak membenci apalagi sampe menebarkan kebencian. Gue nggak tau alasan dia begitu, pun karena gue sekalipun nggak mau tau tentang itu. 
Menurut gue, rasa benci itu related sama berkurangnya rasa bahagia didalam hati kita. Gue juga pernah nulis tentang perumpamaan hati kita itu seperti tempat makan yang ada sekat-sekatnya. Kita itu punya power buat nyimpen perasaan apa aja yang ada didalamnya. Dalam agama yang gue yakini, membenci itu boleh tapi pada sifat buruknya  bukan pada orangnya. Kalaupun orang itu punya habit dan personality yang buruk, dan kita peduli? Harusnya kita mencoba memperbaiki keburukan itu, bukan malah nyinyirin dan malah jadi ikutan buruk. SAM AJ DO (sama aja dong!)
Kalau gue pribadi sih lebih mengambil ke sesuatu yang positifnya aja, misalkan dia punya kemauan keras dan prestasi yang gemilang. Nah kita bisa nggak kaya mereka bikin karya? Lagian capek tau membenci tuh, buang waktu dan tenaga. Salah satu teman juga pernah bilang bahwa, jangan terlalu mengagumi selebgram atau public figure di media sosial. Karena mereka juga manusia biasa dan pasti pernah melakukan kesalahan, biar kalau suka dan tau sifat buruknya nggak kecewa-kecewa amat. Lah wong yang sempurna akhlaknya cuma Nabi Muhammad SAW (azek omongannya kek orang bener)


Komentar

  1. Memang, membenci itu gaenak banget. saya pernah begitu tidak sukanya sama seseorang, apa2 kalo ketemu atau kelintas ttg dia jadi mendadak kesel, padahal sebelumnya lagi bahagia. Ngatasinnya juga sih, mesti diketemukan dgn kondisi untuk slaing mengerti. namun, seudah baikan, bisa balik tenang lagi.

    kalo di medsos, misal tidka suka dgn postingan seseorang, biasanya memilih unfolow atau mute aja, ya karena suka juga gabisa dipaksakan. drai itu memilih menghindari saja, bukan berarti benci orangnya tapi apa yg dikatakannya saja. ini saya ngetik apaan dah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah betul, saya juga gamau aja membuang waktu saya buat membenci. Jd kalo ngerasa nggak suka ya mending gak usah follow atau ngepoin. As simple as that.

      Hapus
  2. wah iya bener tuh mba aas, saya pernah punya pengalaman hampir mirip kaya gitu tuh.
    jadi ceritanya saya punya temen sebut saja si plastik, nah si plastik itu punya pacar sebut saja si cangkul, mereka udah pacaran lama mba, eh tiba2 mereka putus mba, terus si cangkul menikah dengan yang lain, sebut saja pasangan barunya si karpet. cangkul dan karpet hidup rukun mba, sampe punya anak juga.
    tapi sampe sekarang si karpet masih terus ngepo-in kehidupan si plastik mba, mungkin dia iri atau apa dengan kehidupan si plastik, sampe si karpet pernah meninggalkan komentar kurang enak di medsos si plastik, sampe-sampe si plastik turn off comment nya mba.
    kesian mba si plastik, dia udah ditinggal nikah tapi masih dibenci sama si karpet.
    tapi si plastik tetap teguh mba, mungkin dia akan . . . read more...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mudah-mudahan si karpet gak ikutan kontes abang none sambil beli bakso makan kuahnya aja yaa. Kasian soalnya si ember suka sedih terus cerita2 ke temennya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesona 11-12-13

Ramadhan 1444H