Postingan

30 Tahun

Hari ini adalah hari terakhir di bulan kelahiran, yup tepat di bulan dan tahun ini gue menginjak usia 30 tahun. It’s heard so scared? Before I scare about “thirty”, but now I realized. This is life. Life never stop, life never caring about ur worries anyway . Life must go on . Sesedih apapun kita, seberat apapun cobaan yang sedang kita lewati, semenyakitkan apapun luka yang sedang kita ratapi, atau sehancur apapun keadaan saat ini, hidup tidak pernah membiarkan kita berhenti.  30 tahun sudah gue hidup di dunia, dan tentu banyak pembelajaran yang gue dapat. Hal terbesar yang gue pahami saat ini adalah tentang penerimaan. Gue tau gue tidak sesabar dan seikhlas itu dalam menerima takdir, tapi paling tidak gue “menerima.” Dengan cara apa? Dengan cara terus melanjutkan hidup. Dari banyaknya rentetan kejadian demi kejadian, gue menarik benang kebaikan-kebaikan apa saja yang gue terima. Dari mulai keluarga yang baik, saudara-saudara yang baik, teman-teman gue sejak jaman sekolah hingga pekerj

Satu Tahun

Hari ini, 1 Juli 2023 tepat satu tahun gue di Jepang. Alhamdulillah, di tahun pertama gue lulus N3 dan lulus ujian kaigo (ujian evaluasi). Ada banyak hal yg gue syukuri, selain selalu diberi kesehatan dan dikeilingi orang-orang baik. Kalaupun ada hal-hal menyedihkan, tidak berjalan sesuai rencana, itu wajar. Namanya juga hidup, ya gak mulus-mulus aja jalannya.  Gue yakin banget, apa yg sedang gue jalani sekarang bukanlah sebuah kebetulan. Makanya pas gue cape, pengen nyerah sama keadaan gue inget-inget lagi kalo Allah seslali ada. Selalu kasih bantuan di waktu-waktu terberat dan gak ada siapa-siapa lagi.  Untuk kesekian kalinya, gue cuma mau ngingetin diri gue sendiri. Bahwa gapapa kalo lu ngerasa lemah, ngerasa butuh bantuan, ngerasa sedih, ngerasa kecewa, ngerasa marah. Tapi inget, bentar aja mendramatisir perasaan-perasaan itu. Setelah lega ngeluapin, ya lanjutin lagi jalannya. Pelan-pelan aja. Gak usah buru-buru. Ok?

Love Language

Beberapa tahun ke belakang Love Language ramai menjadi bahan perbincangan, termasuk gue di setiap obrolan dengan teman. Sebenarnya dari kelima Love Language itu yang menjadi dominan adalah “tindakan” yang biasa kita terima bertahun-tahun dari lingkungan (keluarga, teman atau orang-orang sekitar) dan sesuatu yang kita tidak pernah dapat. Itu menurut sudut pandang gue. Love Language pertama gue adalah Act Of Service . Gue tidak terbiasa dengan Words Of Affirmation karena sepanjang masa tumbuh kembang gue di keluarga gue sangat jarang sekali memberikan pujian atau kata-kata. Bagi gue, sayang adalah tindakan. Bukan kata-kata. Dan sesuatu yg kita tidak pernah dapat. Yaitu Receiving Gift . Bisa berupa benda atau perhatian. Gue lahir dan tumbuh dari keluarga menengah ke bawah. Sebelum bekerja, gue tidak bisa mendapatkan sesuatu yg gue inginkan. Gue hanya bisa melihat orang lain membeli dan memakai, dan gue hanya bisa membayangkan (sampai ke fase menghayal) ada di posisi orang tersebut. Ke

4-4

Ketika orang lain excited dengan tanggal kembar (4.4) karena flash sale, gue excited dengan hasil ujian N3 dengan predikat D a.k.a lulus N3.  Alhamdulillah ‘ala kulli haal. Atas kebaikan Allah dan segala usaha yg gue lakukan, gue lulus di ujian kedua ini, setelah November gagal. Tadinya gue mau daftar di bulan Januari, tapi Allah berkehendak lain. Dan betul saja, buah dari kesabaran ini manis sekali. Gue sadar betul bahwa setiap gue mendapatkan sesuatu jauh dari kata beruntung. Gue selalu mendapat sesuatu dari usaha keras yg gue lakukan. Contohnya ; gue dapat ranking di kelas karena gue belajar. Bukan serta merta otak gue encer dan tanpa belajar dapat ranking. Mungkin ada beberapa orang yg terlahir seperti itu. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi gue. Dan apa yg gue dapat di tahun lalu (N4) dan tahun ini (N3) adalah hasil dari belajar gue selama ini. Gue meluangkan waktu libur gue untuk belajar. Gue menahan diri untuk tidak selalu mengiyakan ajakan jalan-jalan. Dan 3minggu sebelum uju

Dewasa Itu..

Dewasa itu, ngeluh tapi tetep dilakuin. Itu adalah definisi “dewasa” versi gue di usia gue yg sekarang. Kaya yang “woelah kok hidup kek asem bgt sama gue.” Kadang lancar, tapi seringnya macet. Setelah berkeluh kesah tentang hidup, ya ujung-ujungnya bisa sampe selesai. Contohnya jadwal bukan ini yang “tsurai” banget kalo dibayangin. Setelah 6bulan kerja, baru kali ini dapet jadwal masuk 5hari kerja. Dan di tempat kerja gue, hari kerja maksimal 4hari. Hal ini dikarenakan berat dan capeknya pekerjaan sebagai “kaigo”. Mungkin ini terjadi di bidang pekerjaan lain. Tapi gue bercerita dari sudut pandang pekerjaan yang gue jalani. Kaigo itu bukan cuma fisiknya yg cape, tapi hatinya juga. Menghadapi macam-macam manusia yang masih normal aja kadang kita cape kan, nah ini harus dihadapkan dengan orang-orang tua yang notabene kembali bertingkah seperti anak kecil. Wuah, gue juga salut sih sama diri gue sendiri “gue bisa juga ya sesabar ini ngadepin mereka?.” -cryyyyy Dan di tempat gue bekerja, 4ha

Ramadhan 1444H

Hari pertama puasa di Jepang, dengan pekerjaan yang notabene menggunakan fisik alhamdulillah bisa terlewati. Walaupun beberapa orang Jepang kaget dan khawatir mendengar gue dan 2teman lainnya tidak makan dan minum selama 12jam atau lebih. Tapi ketika dijalani ya rasanya sama saja seperti puasa di Indonesia. Malah gue rasa karena kerjanya yang sibuk, membuat waktu pun berjalan sangat cepat “eh kok udah waktunya buka.” Mungkin karena musimnya juga yang cocok dan pas. Allah baik banget yaa ngasih puasa pertama ketika masuk musim gugur. Jadi gue juga ga kaget ketika dihadapkan puasa di musim panas (yang waktu terangnya lebih lama). Semoga Allah selalu melindungi dan memberikan kekuatan. 

Manusia Yang Selalu Mengeluh

“Ada yang lebih sulit keadaannya, tapi mengeluhnya tidak seberisik kamu.” Mungkin gue harus baca berulang kali kata-kata di atas. Kata-kata yang gue temukan beberapa bulan lalu di salah satu media sosial, yang nyatanya harus gue baca ratusan kali atau bahkan jutaan kali. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini banyak hal yang gue keluhkan tentang hidup, walaupun tanpa mengucapkannya.  Gue tau, tiap manusia memiliki batas kemampuan masing-masing sehingga Tuhan-pun memberikan ujian sesuai porsi manusia itu sendiri. Gue tau betul bahwa gue bukanlah manusia paling menderita di dunia. Gue harus belajar tidak mendramatisir keadaan sedih maupun bahagia gue. Walaupun, perasaan sedih dan kecewa patut divalidasi. Agar gue tau apa hal yang harus gue lakukan untuk menanggulangi perasaan tidak menyenangkan tersebut. Tapi, kali ini gue ingin membenturkan kepala yang kerasnya luar biasa ini dengan percakapan tadi pagi dengan salah seorang teman. Percakapan ini dimulai dari gue yang memberitahu ada salah sat