Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Pulang Kemana?

Hari ini, gue meredefinisi makna “pulang”. Setelah semalam gue melihat video tentang rumah dan pulang, beberapa jam kemudian (paginya) ada kejadian yang membuat gue merombak definisi pulang di dalam otak gue. Isi videonya kurang lebih seperti ini; “Manusia tuh harus belajar dari keong, karena dia punya rumahnya sendiri untuk pulang. Intinya jangan menjadikan orang lain tempat pulang. Misalnya teman tongkrongan adalah tempat pulang gue, bisa jadi beberapa tahun ke depan udah gak bisa nongkrong lg kaya dulu. Atau menjadikan pacar sebagai tempat pulang, bisa jadi nanti putus.” Intinya ya lebih baik definisi pulang itu lebih dalam lagi, bukan cuma di hubungan yang beberapa saat. Tapi, pagi ini gue bahkan tidak bisa menyebut kalau “rumah” adalah tempat pulang gue. Gue sadar bahwa tempat pulang terbaik adalah diri sendiri. Bahkan keluarga atau sahabat terdekat pun gak selalu ada buat gue, apalagi mengerti tentang apa yg gue bener-bener rasain. Ada rasa kecewa? Tentu. Siapa yang sangka bahwa

Kalau Ingin Menyerah, Coba Baca Ini

Kalau lapar, makan Kalau haus, minum Kalau ngantuk, tidur Kalau cape, istirahat Tapi jangan berhenti AN✨

Gagal? Coba Lagi

Berbicara tentang gagal, rasanya 10 tahun terakhir adalah masa-masa trial error terbanyak gue deh. Kita mulai dari gagalnya gue masuk PTN, berkali-kali lamar kerja kesana kemari, patah hati karena putus hingga menyebabkan trust issue , kerja 5 tahun lebih tapi terus menerus status kontrak, sampai keberangkatan ke Jepang pun gue berkali-kali gagal tes di level N4. Hari ini adalah pengumuman hasil tes N3. Gimana hasilnya? Yup, bisa ketahuan dari judul blog ini. Gagal lagi. Tapi gue sudah mempersiapkan perasaan ini dari setelah selesai tes. Gue memang belum sekeras itu belajarnya, belum sebesar itu usahanya, belum semaksimal mungkin menggunakan otak gue yang “gak jenius” ini. Jadi, inilah hasil yang harus gue tanggung. But it’s okay, don’t worry bout me . Saking seringnya gagal, gue sudah berteman akrab dengan kata itu. Kata yang membuat sebagian orang down , tapi buat gue ingin menantang balik kegagalan itu sendiri. Gue akan membuat “si gagal” menyerah kepada gue dan bertekuk lutut samb

29 Tahun

Halo, kemarin tepat usia gue menginjak 29 tahun. Di antara kisah hebatnya pekerjaan teman-teman gue, kehidupan rumah tangga mereka dan berbagai pencapaian-pencapaian di usia 29 tahun, gue baru memulai lagi langkah baru. Langkah yang sebetulnya gue pikir adalah hal nekat, tapi pada hakikatnya ini sudah tercatat di rentetan takdir gue.  29 tahun yang tidak mudah, jatuh bangun, canda tawa hingga duka dan lara yang tentu saja silih berganti dalam perjalanan sampai di usia ini. Beberapa tahun ke belakang sebetulnya gue “ tidak suka hari ulang tahun gue sendiri .” Karena gue harus menghadapi bahwa usia gue semakin menua dan itu sesuatu yang sulit dijelaskan bagaimana rasanya. Tapi tahun lalu, gue mendapat kejutan tumpeng dari keluarga gue karena mereka berkeyakinan bahwa ulang tahun berikutnya gue sudah berada di Jepang. Dan itu betul adanya. Tahun ini gue mendapat kejutan dari teman-teman serumah gue. Bukan hal yang besar, cukup perayaan dengan makan pizza dan kue pie coklat. Juga kado saru

Menjadi Dewasa Itu..

Menjadi dewasa itu, ngeluh soal kerjaan tapi tetep dilakuin sampe beres. Segimana capenya fisik sama pikiran, tapi karena berurusan dengan tanggung jawab akhirnya mau ngga mau diselesein. Ya kan😣 Yups, dan ternyata secara tidak sadar gue sudah belajar tentang arti dewasa dari sejak bertahun-tahun lalu, lupa kapan tepatnya. Gue menjalani hidup yang pilihannya banyak yg gue tidak suka. Gue tau gue gak suka, tapi gue tetep ambil pilihan itu. Detik hingga tahun demi tahun gue jalani. Sampai tiba titik jenuh dan gue mencari hal-hal baru. Menjadi dewasa itu, sibuk mengurusi hidup sendiri daripada orang lain. It’s my personal opinion. Entah pada dasarnya gue cuek atau gak pedulian ya, menurut gue hidup jadi orang dewasa itu sudah cukup berat jadi udah habis tenaga gue buat ngurusin hidup orang lain yang tidak berkontribusi apa-apa di hidup gue 😆 Menjadi dewasa itu, apalagi yaa?

2 Bulan Menuju 2023

Waktu cepat berlalu, luka juga sembuh satu persatu. Tapi bukannya hidup memang tentang naik turun ya? Bahagia dan sedih. Hidup juga tentang tinbang menimbang, mana yg kebaikannya lebih besar dan buruknya lebih sedikit. Hidup juga tentang berhenti untuk istirahat, dan kemudian menarik gas untuk kembali bergegas. Pada kenyataannya hidup tidak pernah berhenti. Karena jika sudah berhenti itu namanya, mati. Bulan ini ada kegelisahan yang kembali membayangi langkah gue. Rasa yang setahun lalu gue rasakan, tentang ketidaktahuan gue di masa depan. Dan harapan-harapan seseorang yang takut gue campakkan. Kadang gue sadar, seringnya tidak. Hmm. Hidup adalah perkara maju ke depan, bagaimanapun rintangannya ya hadapi saja. Toh ketika bertemu jalan buntu, ada saja jalan memutar bahkan berbelok-belok untuk sampai tujuan. Intinya adalah terus berjalan.  Gue sadar, tapi seringnya gue tidak sadar. Di akhir bulan Oktober ini gue mencoba memejamkan mata dan berkata lirih pada diri sendiri yang sudah berju

Terimakasih Pak, Bu

Barusan gue nonton salah satu video YouTube dari salah satu teman di FB. Gue ngga punya ekspektasi apa-apa selain melihat kembali guru SMA gue. Video ini adalah persembahan terakhir di masa purna bakti Bapak guru tersebut. Masa bakti di sekolah itu 35 tahun lamanya, dari 1987-2022. Lebih tua daripada usia gue, dan yang pertama bikin gue sedih bahkan nangis sampai akhir video adalah, betapa sederhana rumah dan motor bebeknya. Gue baru sadar, bahwa puluhan tahun menjadi guru tidak pernah menjadikan beliau kaya. Sedangkan anak didiknya sudah menjadi “orang” dengan berbagai profesi. Gue gak pernah dapet pelajaran beliau, tapi setelah melihat bagaimana rambutnya yang dulu hitam (10 tahun lalu) berubah menjadi putih. Sampai gue menulis ini, tangis gue masih belum bisa berhenti. Dada gue sesak. Nafas gue susah. Tissue gue habis.  Gue speechless . Gue ngga pernah habis pikir bagaimana profesi guru di negara ini sangat berbeda di negara-negara lain terutama Jepang. Yang gue tau, setelah Jepang

Hari Kedua di Bulan Sepuluh

Bulan ke-10 di tahun 2022. September kemarin terasa cepat karena banyak kegiatan yg gue lakukan. Gue kembali beraktifitas dengan rutinitas pekerjaan, sambil sesekali belajar dan pergi bermain ke luar. Bulan September kemarin gue bertemu kembali dengan teman yang sudah gue kenal selama 16tahun. What? 16 tahun. Berarti gue udah tua. Oke skip soal umur. Hmm Yang harus di-highlight adalah pertemuan gue dengan teman gue di negara yang gak disangka-sangka, yakni Jepang. 6 tahun lalu gue mengantarkan dia ke bandara, melepas dia untuk pergi ke Jepang sebagai perawat. Di akhir percakapan kami, dia berbisik “semoga cepet nyusul ke Jepang ya..” 2018 salah satu teman gue yg lainnya mengajak berlibur ke Jepang di tahun 2019. Karena satu dan lain hal gue mengurungkan niat untuk trip itu dan gagal lah gue bertemu Ayu (teman gue yg gue antar ke bandara). 2020 dia pulang untuk sementara waktu ke Indonesia, tapi karena sedang tingginya kasus Covid, akhirnya gue gagal lagi bertemu Ayu. Di tahun 2021 dia

Terima Kasih Agustus 2022

 Hari terakhir di bulan Agustus, which is 4 bulan lagi 2023.  Up an down banget bulan ini. Dikasih perusahaan enak, pemimpin yang baik banget, kehidupan yang semakin layak, tapi juga dikasih tau fakta tentang pengkhianatan seseorang yg gue percaya gak bakal ngelakuin itu, sampe gue merasakan lagi rasanya nangis nyesek dan tangan gemeter seharian. Asli tapi cuma sehari doang, selebihnya gue bangkit lagi dan mengembalikan ke setelan pabrik tentang hati dan pikiran gue.  Gue tau, berharap pada manusia adalah kesalahan terbesar. Dan gue belajar lagi tentang itu. Tentang bagaimana menganggap diri ini punya “value”. Bukan untuk ditunjukkan kepada orang lain, cukup untuk merasakan perubahan ke arah lebih baik setiap harinya ketika gue menatap cermin.  Gue semakin sadar, bahwa kebaikan sekecil apapun yg kita tanam akan kita tuai hasilnya. Entah dalam waktu dekat, atau nanti. Itu pasti.

Perempuan di Jepang

2 hal yang mau gue highlight di cerita kali ini karena gue melihat dengan mata kepala gue langsung. Di mana, perempuan di Jepang itu bener-bener punya kemandirian yang sangat patut diacungi jempol. Sebelumnya gue juga sudah pernah mendengar beberapa cerita bahwa, lansia di Jepang itu diberi fasilitas atau minim bantuan agar mereka bisa beraktifitas sebagaimana mestinya. Ngga bergantung harus dibantu oleh anak atau perawat. Nah gue langsung melihat hal itu di sini, di Jepang ini. Jadi, gue melihat kalau ibu dari pimpinan kumiai gue itu masih menyetir mobil sendiri dan bahkan gue yang melihat dia itu reflek bilang “wiz gila keren amat nenek itu nyetir mobil Mercy-nya”. Yaa gue ngga tau kalo di Indo ada juga hal seperti itu atau gue yang ngga pernah liat, jadi bikin gue ngerasa “amazed” aja gitu.  Dan kejadian sebelumnya ketika gue melihat dari lantai 3, di bawah ada mobil (semacam Alphard) gede gitu, keluarlah seorang ibu dan 1 anak laki-laki pakai seragam (habis pulang sekolah), anak pe

Hari ke-30 di Jepang

Setelah minggu lalu gagal jalan-jalan, akhirnya kemarin dari pihak kumiai kembali mengajak gue dan teman-teman di sini jalan-jalan. Yups, seperti turis lainnya kita pun berfoto dan mengagumi tempat yang kami kunjungi. Sebetulnya minggu lalu kami sudah sampai di salah satu kuil terkenal di Himeji. Namun, karena satu dan lain hal kami hanya sempat mengabadikan beberapa foto dan kembali ke asrama. Sebagai gantinya, kemarin kami pergi ke Planetarium Himeji dan Aquarium Himeji. Di Planetarium kami hanya diberi suguhan seperti menonton di ruangan bioskop sambil meihat benda-benda langit. Jujur tadinya gue excited karena gue sangat suka pemandangan benda-benda langit. Tapi, karena bahasa yang digunakan Bahasa Jepang dan narasinya tentang rasi bintang dan legenda Yunani gue dan teman-teman gue sempat ketiduran di pertengahan penjelasan. Karena memang vibesnya bikin ngantuk parah sih. Hehe. Setelah dari Planetarium kita pergi makan siang dan diajak ke tempat makan “Udon”. Seperti Marugame Udon

Menciptakan Tempat Nyaman

Setelah 13 hari di Tatsuno, gue pindah ke Takasago. Tempatnya tidak seindah dan senyaman di Tatsuno. Karena harus tinggal satu atap dengan kantor kumiai. Namun, karena hidup bukan selalu tentang apa yang diinginkan. Gue belajar beradaptasi di manapun tempat gue tinggal. Karena toh, di sini juga masih sementara sebelum akhirnya gue penempatan di Kobe. Hari ini ada kabar duka lagi. Bapak dari salah satu teman dekat gue meninggal. Dan tentu itu kabar yang mengejutkan, karena teman gue resmi menjadi anak yatim piatu. Gue ngga bisa bayangin jadi dia. Gimana terpukulnya ketika satu satunya juga harus pergi menyusul kepergian ibunya beberapa tahun lalu. Itu kenapa, gue tidak diberi ujian seperti teman gue itu, karena gue tidak akan sekuat dan setabah dia. Allah tau gue masih lemah. Masih jauh dari tingkatan level sabar dan ikhlas. Karena sedikit masalah saja udah buat gue overthinking. Ya Allah, apapun yang engkau kehendaki semoga hamba juga bisa menerima.

Hikmah Dari Setiap Kejadian

Sore ini gue dapet kabar duka. Salah satu teman seperjuangan berpulang. Gue tidak tau banyak apa penyebabnya, namun gue mengambil kesimpulan bahwa memang sudah jalan-Nya. Life must go on. Gue ditampar lagi oleh kenyataan, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Semoga almarhum (yang baru usia 20+ tahun) diterima di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Aamiin.  Malam ini gue melihat bulan purnama dari jendela kamar, dan diiringi suara kodok yang bersautan. Ini malam terakhir gue di Tatsuno karena harus pindah lagi tempat tinggal (sementara juga). Tapi tempat ini terlalu nyaman untuk ditinggalkan sebenarnya. Kesan pertama tiba di Jepang dengan tinggal di sini adalah seperti masuk ke dunia kartun Jepang yang gue tonton. Tentu saja ini hal yang menyenangkan dan sulit dilupakan. Mengingat tempat tinggal sementara yang nanti akan ditempati berbeda jauh seperti rumah di Tatsuno ini. Bakalan kangen banget sih sama suasana di sini 🥹 Belum

Hari kedelapan

Gak berasa udah hari kedelapan di Tatsuno, Hyogo-ken, Jepang. Alhamdulillah sejauh ini proses pembelajaran lancar. Dikasih temen-temen yang suportif, saling bantu, bisa diajak kerjasama. Sebenarnya masih ada rasa gugup sebelum gue bener-bener bisa sampe di tempat kerja. Menghadapi langsung dunia kerja yang sebelumnya ngga pernah gue bayangin akan melakukannya. Gue sempat berada di fase sedih, ngerasa apa yang udah gue jalani selama hampir 2tahun ini percuma. Tapi Allah masih aja ngasih jalan sampe gue berada di titik ini. Gue tau, ngga ada yang akan baik-baik saja. Pasti akan selalu ada ujian lagi dan lagi. Tapi itulah kunci dari “kenapa kok Aas bisa kuat banget?” Suatu saat, ketika gue menempati tempat tinggal gue untuk tiga tahun kedepan, gue akan merindukan desa yang bernama Tatsuno ini. Banyak memori-memori tentang tontonan kartun jaman gue kecil bermunculan karena banyaknya kesamaan ketika gue tinggal di sini. Mulai dari suara burung gagak yang sesekali berbunyi ketika suasana sen

Hari Ketiga di Rumah Nobita

Yep, sebagai anak 90-an gue sangat relate sama rumah-rumah yang ada di Jepang termasuk rumah yang sedang gue tempati. Halaman samping rumah tempat Nobita ketemu neneknya (Doraemon ; Stand By Me ) adalah tempat favorit gue. Apalagi mulai hari ini sampai seminggu kedepan cuacanya akan mendung dan hujan. Pagi tadi sudah mulai hujan, dan gue betah berjam-jam duduk melamun atau scroll hp sambil tiduran. Tempat ini tenang, dan gue merasa sangat cocok karena gue kurang begitu suka dengan lingkungan yang bising. Iya iya, si paling introvert . Hehe. Ah, alhamdulillah gak berhenti gue bersyukur untuk kesempatan yang Allah kasih ke gue buat sampai di titik ini.

Hari Kedua di Negeri Matahari Terbit

Hari kedua di Jepang berasa udah betah aja deh. Mulai dari tempat tinggal, orangnya, lingkungannya yang kebetulan dapet tempat di pedesaan dan segala hal yang ada di Jepang. Eh tapi pedesaan di Jepang itu beda jauh sama Indo. Di sini walaupun dikelilingi sawah, pegunungan, tapi jalanan tetap bagus, lampu lalu lintas tetap ada, Konbini (Mini Market) atau ke Supa (Supermarket) juga kejangkau bisa pake sepeda. This is what I want. Walaupun ini masih belum tempat menetap gue untuk beberapa tahun, tapi gue sudah merasa sangat familiar. Entah karena panjangnya penantian gue selama ini, atau memang usia gue sudah bisa dikatakan bisa cepat beradaptasi. Terlebih lagi, untuk beberapa makanan yang rasanya bukan Indonesia banget (gak banyak rempah), gue juga menikmati makanan yang selalu disiapkan.  Hari kedua di Jepang, kita belajar mata uang Jepang (Yen) dan belajar belanja ke Supa, beli kebutuhan masak dan beli cemilan. Sorenya gue dan teman-teman lainnya diajak sepedahan. Banyak banget hal ya

Juli, di Negara Lain

Setelah hampir 2 tahun menyimpan rencana ini rapat2 kecuali pada orang terdekat. Akhirnya gue membuat postingan bahwa gue sudah tiba di Jepang. Walaupun gue belum sempat menjawab semua pertanyaan yang masuk melalui DM, dan menceritakan secara detail bagaimana awal mula keputusan ini muncul dan betapa panjang prosesnya. Mungkin suatu saat gue akan menceritakannya.  Alhamdulillah, atas izin Allah dan restu Bapak dan Mama juga anggota keluarga yang lainnya. Gue sampai di titik ini. Di tempat yang mungkin dulu pernah gue inginkan untuk dikunjungi tapi tidak untuk rencana tinggal lama. Tapi Allah Maha Membolak Balik Hati manusia dan Maha Perencana Terbaik, akhirnya gue mengikuti alurnya saja. InsyaAllah rencana tinggal selama 3 tahun semoga diberi kemudahan dalam segala hal. Aamiin.

Berhenti, Untuk Berlari

Seorang teman pernah berkata bahwa keputusan gue meninggalkan zona nyaman adalah hal yang luar biasa. Ketika teman lainnya takut untuk meninggalkan tempat ternyaman mereka, gue seperti pelopor untuk beberapa teman lainnya mengambil jalan yang hampir sama.  Tidak ada jaminan bahwa kehidupan yang gue perjuangkan akan lebih baik nantinya, tapi bukankah Tuhan menjanjikan balasan yang sepadan untuk hamba yang mengubah nasibnya? Gue bukan muslim yang islami-islami banget, tapi gue yakin bahwa segala niat baik akan berbuah baik. Memang prosesnya panjang dan melelahkan, karena begitulah seni dalam menjalani hidup. Toh pada kenyataannya gue semakin kuat karena sering ditempa.  Biar orang lain taunya gue berhenti untuk beberapa macam rutinitas yang gue jalanin beberapa tahun kebelakang, dan biar juga mereka terkejut akan kabar larinya gue di kehidupan yang “semoga” lebih baik nantinya.

Jumat Berkah

Bukan hanya Jumat, gue selalu berharap bahwa setiap hari atau bahkan setiap detik merupakan berkah dari Allah. Tapi sayangnya, di hari Jumat ini gue sudah menangis dari pagi. Karena melihat VT tentang hilangnya Eril (anak pertama Ridwan Kamil). Gue pernah menulis keresahan ini di blog beberapa hari lalu. Intinya, sudah seminggu Eril tidak kunjung ditemukan di sungai Aare Swiss, akhirnya keluarga melepas dengan ikhlas dan mengumumkan bahwa Eril telah meninggal tenggelam. Tidak ada yang pernah siap menghadapi kehilangan, terlebih di usia yang masih begitu muda dan sosok Eril diyakini sebagai orang baik yang dapat meneruskan ayahnya sebagai pemimpin. Tapi, bukannya kita selalu diingatkan bahwa orang baik selalu punya waktu yang lebih cepat untuk menghadap Allah SWT?  Terlepas dari itu, sampai jenazah belum ditemukan masih terbersit harapan meskipun kecil semoga ada keajaiban yang masih ditunggu-tunggu. Namun sebagai pembelajaran dari kasus ini, tetaplah fokus menjadi manusia baik . Karena

Pertama di Pertengahan

Hari pertama di pertengahan tahun disambut dengan tanggal merah. Alhamdulillah dikasih kesempatan libur, buat leyeh-leyeh. Alhamdulillah pagi-pagi bisa makan bubur yang enak di dekat tempat tinggal. Alhamdulillah bisa mandi pagi tanpa antri. 3 hal kecil yang mau gue syukuri di hari yang cerah ini. Dari sekian banyak kejadian demi kejadian gue masih terus belajar. Belajar untuk terus berfikir positif supaya apa yang dikeluarkan isi hati dan kepala bisa bekerja sama dengan takdir baik yang masih bisa diubah. Belajar untuk menerima dari hal-hal sulit yang dihadapi. Belajar untuk terus berjalan walau terseok, asal jangan berhenti. Gue tau betul, bahwa setiap ketidakikhlasan gue hanya memberatkan langkah gue saja dan menahan segala bentuk kebaikan yang datang dari berbagai penjuru. Maka dari itu, gue belajar yakin dan terus yakin meski harus sedikit demi sedikit. Belajar tidak membandingkan dengan hidup orang lain. Karena pada kenyataannya, everyone has struggle with their own lifes . Kita

Melepas

Ternyata apa-apa yang terjadi selalu berkaitan dengan perkara melepas. Terlebih di setiap fase hidup yang kita jalani. Entah melepas seseorang, kenangan, mimpi dan cita-cita atau perasaan sedih dan lainnya. Hari ini gue harus belajar lagi cara melepas. Melepas sesuatu yang berharga berupa waktu kebersamaan untuk kehidupan “yang gue harap” lebih baik kedepannya. Memang tidak ada jaminan berhasil, tapi Tuhan berjanji akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut berusaha mengubahnya.  Di usia yang terbilang dewasa seperti sekarang, gue harus tau bahwa segala sesuatu yang kita impikan tidak semuanya bisa kita dapatkan bersamaan. Semua silih berganti, seperti rasa sedih dan bahagia. Begitu juga dengan hal-hal berharga yang ingin dituju juga harus mengorbankan hal-hal berharga yang kita punya sebelumnya. Bukan soal kurang bersyukur, tapi memang kita harus tau kapan saatnya mengembangkan diri dibanding berdiam diri di titik itu-itu saja. Gue tau, akan ada penyesalan nantinya. Tapi gue ha

Penerimaan

Beberapa hari terakhir gue lagi melow. Mungkin emang lagi masa PMS kali ya, jadi rasanya selalu ngga karuan. Gue tau siklus ini terus berulang setiap bulannya. Tapi keresahan yang gue alami selalu membuat gue ngga nyaman. Ditambah lagi, 2 minggu ini badan gue lagi ngga bisa diajak kompromi. Perasaan sakit di badan terus silih berganti, mulai dari radang, ganti batuk, terus ditambah badan pegel-pegel, alergi yang ngga berkesudahan, demam kadang sembuh kadang kumat sampai pada akhirnya gue harus pergi ke Bidan langganan gue di deket rumah dan meminum berbagai macam obat. Literally macam-macam (5 macam obat). Huft. Di rumah, keponakan gue juga sakit. Waktunya pun sama. Dan sama seperti gue, keponakan gue sakit ngga sampe tepar banget tapi ya batuk dan pilek bergantian gitu. Namanya anak kecil sakit dikit pasti kan rewel ya, dan lebih kasian aja kalo liat anak kecil sakit 😔 Selain karena siklus PMS, kayaknya perasaan gue bercampur aduk dengan rencana kepergian gue untuk kembali merantau.

Akhirnya Selesai

1 minggu materi online, 1 minggu materi offline dan praktek lab, 2 minggu terjun langsung ke lapangan. Akhirnya satu bulan selesai sudah proses ini. Banyak banget yang bisa diambil, terutama belajar sabar dan penerimaan yang baik di 2 minggu praktek di panti. Lelah, sudah jelas. Ngga ada hidup yang ngga melelahkan. Tapi belum sampai situ Ferguso. Masih ada tahap selanjutnya, dan lebih panjaaaaang sekali. Masih harus dipanjangkan lagi sabarnya, ikhlasnya, penerimaannya. Entah hadiah apa yang ada di masa depan atas ujian-ujian yang udah gue lakuin ini. Semoga selalu ada hal-hal baik dari niat-niat baik. Aamiin.

Apakah Salah Jalan?

Perjalanan gue sudah sejauh ini, kalau disuruh puter balik beneran jauuuuuuh banget. Abis bensin, tenaga, waktu dan segala macem. Kadang gue juga takut, ragu, berpikir kembali apakah jalan yang sudah gue pilih adalah benar? Sesuai tujuan?  Entahlah, sayangnya perjalanan kehidupan ngga sama kaya jalanan di dunia nyata. Ada puter baliknya, kalau salah jalan bisa tanya orang atau pake Google Maps . Kalau yang namanya perjalanan kehidupan, udah diambil ya gue harus jalanin sampe mentok sampe beneran ngga ada jalan lagi dan muncul pilihan-pilihan lain. Ketika perjalanan gue dirasa ngga berhenti-berhenti, ya gue tinggal nambah bekal semangat dan harapan buat terus lanjutin ini semua. Ketika semua bekal itu habis, istirahat bentar. Isi ulang lagi dengan mereview apa aja yang udah dilakuin, dihabisin, dan perlu apa lagi buat lanjutin perjalanan. Perlu ninggalin apa biar perjalanan selanjutnya ngga terlalu banyak beban, atau perlu ngajak teman perjalanan biar ada teman.  Di usia dewasa ini, ke

Movie Marathon

Yep, hari ini gue movie marathon. Pertama, Gara-gara Warisan yang disutradarai Muhadkly Acho dan diproduseri oleh Ernest Prakasa. Tipikal film Ernest banget kalo kata orang-orang. Dari cerita, karakter, komedi dan apalah itu yang gue ngga begitu paham. Tapi pas gue nonton ternyata ngga sebagus itu. Well , mungkin ini soal selera. Tapi gue nggak seceria itu nontonnya. Banyak hal yang menurut gue dipaksakan. Ceritanya terlalu dramatisir, dan ngga tau kenapa ya menurut gue ngga enjoy aja dari awal sampe akhir. Scene-scene yang gue suka ya pas para karyawan Guest House nya aja. (6/10) Kedua, Doctor Strange - Multiverse of Madness . 6 tahun setelah film pertamanya yang sukses dan menjadi pahlawan baru setelah Iron Man, jujurly gue kecewa. Semenjak era Avangers End Game , banyak cerita lanjutan yang terlalu dipaksakan menurut gue. Spiderman 3 akhir tahun lalu aja gue kecewa, terus dilanjut sama Doctor Strange 2 ini. 2 jam nontonin ego seorang Wanda dan bucinnya Doctor Strange. Hmm. (6,5/

Riweuh is my life

Gue salut deh ngeliat keluarga yang kompak, yang saling mengingatkan dengan nada biasa. Entah kenapa, setiap pergi full team (kelurga inti) pasti ada aja sesuatu yang berjalan tidak sesuai rencana. Dan ketika itu terjadi, keriweuhan dimulai. Satu sama lain saling berbicara dengan nada tinggi. Gue trauma untuk bisa mengajak pergi jalan-jalan keluar kota. Hal itu juga terjadi ketika akhir tahun 2016 kita pergi ke Yogyakarta menggunakan mobil. Yang pada akhirnya ada perselisihan antara gue dan kakak gue. Hal itu membuat gue lebih menyukai jalan-jalan tanpa keluarga. Karena gue tipikal orang yang sat set (apa-apa cepet), sedangkan jalan-jalan bareng keluarga banyak yang harus diurus, gue tidak suka kegaduhan, di mana saat jalan-jalan itu perasaan bukan hanya senang-senang saja tapi cape banget guys (itu yang ngga dilihat orang), dan perasaan tidak sebebas kalau jalan-jalan sendiri.  Makanya gue salut deh sama keluarga yang bisa ngehandle masalah tanpa harus ada perpecahan terlebih dahulu.

Doa Baik

Gue selalu bersyukur, di waktu terpuruk gue masih dikelilingi orang-orang baik yang mengirimkan doa baik. Entah apa jadinya kalau gue benar-benar sendiri. Gue pasti sudah kehilangan arah.  Gue ngga tau fase apa yang sedang gue alami sekarang. Karena pattern gue dengan orang lain benar-benar berbeda. Gue mengambil jalur berliku untuk mencapai tujuan gue. Dan melihat teman-teman lainnya sedang berlarian menuju harapan mereka masing-masing.  Gue tau, secape apapun ya harus tetep dijalanin. Itulah bentuk profesional dalam menjalani hidup sebagai orang dewasa. Apapun itu, setidaknya gue sudah berusaha sekeras yang gue bisa. 

H+1 Lebaran 2022

Sama persis seperti lebaran-lebaran sebelumnya, keesokan hari setelah lebaran adalah hari nyuci sedunia. Dan hari makan apapun terutama ngerujak atau makan bakso di siang hari. Gue tumbuh dari keluarga yang tinggalnya tidak terlalu berjauhan dengan saudara lainnya. Di sisi lain membuat gue tidak perlu kesana kemari sibuk berlebaran, walaupun dari dulu pengen banget ngerasain namanya mudik bareng keluarga. Sekalinya jadi anak rantau 9 tahun di Jakarta, mudik pun cuma berdua dengan kakak gue menggunakan sepeda motor. Daripada memikirkan hal yang tidak pasti tentang hidup, rasanya Allah kasih waktu buat gue menikmati setiap momen kecil bareng keluarga yang tidak bisa dirasakan oleh beberapa orang lain. Gue tidak memikirkan pergi berlibur ke tempat wisata atau apapun, karena hanya dengan membayangkannya saja gue sudah malas bermacet-macet ria. Jiwa mageran gue semakin kesini semakin akut deh kayaknya. Gue ngga akan melakukan sesuatu kalau itu ngga ada manfaatnya. Ngga ada pengaruhnya untuk

Eid Mubarak 1443 H

Selamat hari raya idul fitri, semoga kita kembali menjadi pribadi yang suci, karena momen ini sangat tepat untuk introspeksi diri. Bagaimana sebulan puasa kemarin? Kebaikan apa saja yang sudah dilakukan? Nafsu apa yang sudah bisa dikendalikan? Dan perubahan-perubahan signifikan dibanding dengan bulan-bulan lainnya. Setelah lebaran, harusnya kebiasaan-kebiasaan di bulan ramadhan tetap dijalankan. Menahan hawa nafsu, memperbanyak tadarus qur’an, menjaga mulut untuk tidak berghibah dan masih banyak hal yang sudah baik dilakukan, justru seringnya hilang setelah ramadhan selesai. Dari malam takbiran kemarin gue bilang, kalau gue merasa “hampa”, gelisah, nggak tenang. Entah kenapa. Sampai pagi datang pun, perasaan tidak nyaman itu masih saja gue rasakan. Gue takut terjadi hal yang tidak-tidak. Tapi alhamdulillah tidak ada kejadian buruk, selain listrik di rumah gue mati sampai sore hari. Gue tau ini bukan kebetulan, ini adalah cara Allah menguji kesabaran keluarga gue khususnya gue. Ujian ta

29 Ramadan 1443/2022

Hari keduapuluh sembilan, dan besok dinyatakan 1 Syawal 1443 atau lebaran. Entah kenapa dari mulai bergemanya takbir, gue merasa kosong. Hati dan pikiran gue melayang entah kemana. Ada sepi yang merangsek, dan kekacauan perasaan yang ngga bisa gue jelaskan kenapa. Gue harap cuma karena gue sedih ngga bisa menikmati puasa di hari terakhir dan takut ngga bisa ikut solat id besok pagi. Beberapa tahun terakhir, hp gue sepi dari chat-chat permohonan maaf dan ucapan Idul Fitri. Selain karena gue yang sudah “malas” mengirim chat basa basi permintaan maaf, mungkin beberapa teman menganggap akun WhatsApp gue seperti mati suri karena ketiadaan profile picture dan jarangnya update story , itu hanya dugaan gue. Di satu sisi gue sudah lelah mengejar dunia, gue merasa tidak punya ambisi apa-apa, ingin menjadi apa. Tapi di sisi lain, kelelahan gue dikarenakan berkali-kali dikecewakan ekspektasi. Yep, ekspektasi membunuhku. Bukan raga, tapi jiwa. Gue selalu berusaha berkeyakinan, satu-satunya yang m

28 Ramadan 1443/2022

Hari keduapuluh delapan, dan gue banyak skip cerita seminggu terakhir. Fisik dan mental gue terkuras banyak. Kejadian demi kejadian membuat gue berpikir ulang, apa rencana Allah buat gue sehingga penantian ini rasanya kok panjaaaaaaaang banget sampe ngga bisa dijelasin lagi capenya. Kadang gue berpikir bahwa silih bergantinya cobaan adalah cara Allah mencuci dosa-dosa yang sudah gue lakukan. Akhir-akhir ini gue ngerasa gelisah, sering ngga enak hati sampe harus istigfar berkali-kali. Biasanya ketika perasaan gue ngga tenang, gue selalu nanya kabar orang rumah. Takut ada apa-apa. Tapi sekarang, gue tinggal sama mereka. Dan gue pastikan setiap harinya hidup gue dan keluarga tidak ada ancaman besar. Gue bingung, kegelisahan apa yang gue rasakan? Perasaan tidak enak karena apa? Cape memikirkan apa? Bingung banget, asli ngga boong. Seminggu terakhir gue belajar dari kegiatan gue praktek atau bisa disebut jadi relawan di salah satu panti jompo. Kenapa relawan? Karena gue ngga dibayar, hehe.

21 Ramadan 1443/2022

Hari keduapuluh satu, dan alhamdulillah bisa makan Marugame Udon lagi setelah puluhan purnama. Kemarin hari terakhir berpikir-pikir ria setelah 2 minggu kerjaannya Google/Zoom meeting. Untuk setiap keadaan yang terjadi sekarang, banyak hal yang harus di ngga apa-apain. Tiap hari silih berganti datang kabar baik dan buruk. Entah apakah buruk namanya, yang gue tau kabar itu tidak berpihak pada gue. Gue tau, pattern hidup orang beda-beda. Kalo overthinking terus, kayaknya hidup nggak pernah kerasa adil. Ada baiknya kita jadi cuek aja yaudah. Saking cueknya sama keadaan, kadang pas momen sedih tuh nggak bisa nangis.  Yaudah itu aja.

19 Ramadan 1443/2022

Hari kesembilanbelas, dan cobaan dimulai dari bangun tidur. Yups, makanan sahur yang harusnya dikirim dari setengah 4 baru dateng setelah shubuh 🙂 Oke, gue dan lainnya mencari solusi dengan makan makanan yang ada. And after that , beberapa jam dikasih santai bentar dan setelahnya dikasih cobaan kesabaran lainnya. Perkara Gocar yang nggak ada yang ambil sampe hampir satu jam udah menguras kekesalan dalam hati gue. Di situ gue mengingat-ngingat dosa apa yang udah gue lakuin hari ini. Cuma bisa istigfar, terus nyoba ngegali lagi stok sabar. Yuk bisa yuk, dikiiiit lagi.

18 Ramadan 1443/2022

Hari kedelapan belas, dan berasa capeeeee banget. Alhamdulillah sih masih dikasih kesibukan, jadi waktu nggak berasa. Apalagi kalo dijalaninnya bareng temen-temen seperjuangan.  Di momen ini, berasa banget otak sama mental terkuras. Selain itu, uang, waktu dan tenaga juga terkuras. Kayaknya, semua yang ada di diri ini kerja rodi. Tapi nggak boleh nyerah, karena perjalanan semakin dekat dengan tujuan. Gue cuma berharap kesulitan-kesulitan yang sekarang lagi dihadapi jadi bekal di kehidupan yang akan datang. Karena gue yakin dengan pepatah;  “Pelaut yang tangguh tidak terbentuk dari ombak laut yang tenang.”

17 Ramadan 1443/2022

Hari ketujuhbelas ramadan, dan hari ini kerasa berat banget setelah hari kemarin dirasa sangat ringan. Subhanallah banget ya, hidup emang naik turun kaya hasil EKG (Elektrokardiogram).  Huft, cuma bisa istighfar sama kelakuan manusia. Mungkin gue pernah semenyebalkan itu di hidup orang lain, sampe di titik ini ada aja kelakuan manusia lainnya yang menguji kesabaran. Dari momen hari ini gue belajar, ketika kita diberi tanggung jawab untuk meng handle sesuatu atau sebuah kelompok ya harus all out. Jangan sampe orang lain ngerasa dirugikan karena kita lepas tanggung jawab. Dan hal penting lainnya adalah koordinasi dan komunikasi. Banyak hal yang missed karena kurangnya koordinasi dan komunikasi. Dari momen hari ini juga gue belajar bahwa semua hal harus dihadapi dengan tenang, terlebih ketika orang lain menganggap kita yang paling dewasa dan dipercaya sebagai leader . Pagi tadi juga gue mendapat tamparan keras dari video yang lewat dari sebuah platform media sosial. Yang mana inti dari

15 Ramadan 1443/2022

Hari kelimabelas dan prlajarn yang bisa diambil adalah, nikmati prosesnya. Kita nggak pernah tau waktu terbaik untuk mendapatkan yang sudah kita usahakan itu kapan. Tugas kita cuma berusaha, berdoa, tawakal.  Bahkan, seringnya sesuatu yang sudah kita ikhlaskan apapun hasilnya malah jadi kabar indah. Saking indahnya, kita sampai bingung mau mengucap syukur dengan bentuk apa lagi.  Semoga lelah ini menjadi berkah.

13 Ramadan 1443/2022

Hari ketigabelas dan akhirnya makan bakso di bulan ramadan. Enggak ada yang spesial, cukup martabak aja yang spesial.

12 Ramadan 1443/2022

Hari keduabelas puasa, dan 2 hari kemaren skip kelupaan nulis. Di hari kesekian puasa, dan di Jakarta. Gue belajar bahwa apa-apa yang dikerjakan tanpa mengharapkan apa-apa rasanya terasa cepat. Selain harapan-harapan baik yang selalu terpanjat, juga doa-doa baik untuk orang terkasih yang jauh di sana. Gue mulai membiasakan diri dengan hidup yang tidak pernah muluk-muluk ingin ini dan itu. Gue juga belajar mengambil pelajaran-pelajaran dari kisah-kisah orang sekitar. Bahwa apa-apa yang perlu dijalani, ya jalani aja. Apa-apa yang perlu dilepas, ya lepas aja. 

9 Ramadan 1443/2022

Hari kesembilan puasa, dan tidur gue gak stabil. Lebih tepatnya gak bisa lama-lama tidur kaya di rumah 😅 Disyukuri aja, masih dikasih kesibukan. Ilmu baru, obrolan dengan teman-teman yang udah lama nggak ketemu. Kalo dilihat dari POV positif, selalu ada hal baik dari setiap kejadian. Tapi ya itu tadi, kontrol perasaan harus tetap nomor satu. Kebahagiaan itu selalu diiringi dengan kesedihan. Jadi, biar nggak terlena-terlena amat, gue selalu menaruh batasan untuk segala bentuk euforia kabar bahagia. Atau tidak terlalu mendramatasir kesedihan. Yang akhirnya, ya hidup gue seperti tidak ada beban (menurut orang lain).

8 Ramadan 1443/2022

Hari kedelapan puasa, dan gue sedang berada di Jakarta untuk suatu keperluan. Kembali ke kota yang punya banyak kenangan dan mendewasakan gue selalu bikin gue flashback di setiap sudut kotanya. Terlebih lagi, keperluan ini menempatkan gue di daerah Jakarta Selatan, yang hampir 9 tahun tempat gue tinggal.  Jakarta selalu mengingatkan gue tentang banyaknya kisah sedih maupun senang di dalamnya. Walaupun love-hate relationship, pasti ada rasa kangen setiap gue sedang berada di kota lain. Dari Jakarta gue belajar, bahwa sepahit apapun hidup harus tetap dijalani. Berkali-kali gue jatuh terjerembab, tapi berkali-kali juga gue bangkit dan memulai kembali. Jakarta mengajarkan bagaimana gue berdiri di kaki sendiri dan belajar tanpa orang lain. Ketika gue mengingat bagaimana kerasnya Jakarta menempa gue, di situ pula ingatan lainnya “bagaimana tetap hidup waras” merangsek ke dalam pikiran gue. Kalau gue tidak pernah tinggal di Jakarta, mental gue tidak akan sekuat sekarang. Dari ingatan-ingatan

7 Ramadan 1443/2022

Hari ketujuh puasa setelah sebelumnya skip karena ketiduran di hari keenam puasa, banyak kabar baik dari mulai pagi hari kemarin sampai sampai malam hari sebelum gue tidur. Kabar yang gue juga tunggu-tunggu. Tapi Allah Maha Tau kapan waktu terbaik untuk gue. InsyaAllah gue ikut senang atas kabar bahagia tersebut, dan semoga dengan belajar ikhlasnya gue menerima kabar itu bisa ikut merasakan kebahagiaan yang serupa.

5 Ramadan 1443/2022

Hari kelima puasa, dan diuji kesabaran gue karena melakukan sesi foto keponakan. Bulan ini dia 2 tahun, dan kakak gue mau mengabadikan momen setiap tahunnya dengan melakukan sesi foto di studio. Gapapa, namanya juga anak-anak. Jadi emang harus belajar sabar dan saling paham sebagai manusia. Hari ini nggak ada cerita menarik untuk dibagikan. 

4 Ramadan 1443/2022

Hari keempat puasa, dan hujan rintik-rintik mengguyur langit Dukuh dan sekitarnya di sore hari. Atau mungkin di daerah lain juga hujan, gue nggak tau. And me always like rain anyway . Aroma petrikor, jalanan dan daun-daun yang basah, juga langit sendu yang mendukung kegiatan “bengong” gue. Hehe. Hari keempat gue menulis di blog selama ramadan dan semoga konsisten. Hal ini merupakan upaya kecil gue untuk merefleksikan setiap kejadian yang terjadi di setiap harinya. Kejadian yang membuat gue bersyukur, meskipun bukan tentang hal-hal besar. Bisa jadi, karena gue masih bangun dari tidur dan diberi kesempatan bernafas untuk melanjutkan hidup dengan tujuan menjadi lebih baik dari hari kemarin. Beberapa waktu belakangan gue sibuk dengan dunia gue, dan melupakan apa yang gue cintai sedari kecil yaitu menulis. Padahal gue tau bagaimana cara menjadi apa adanya gue “seutuhnya”. Karena dengan menulis, gue bisa mengungkapkan apa yang tidak bisa gue ungkapkan melalui “bacot” gue, hehe. Sekarang gue

3 Ramadan 1443/2022

 Hari ketiga puasa, dan masih sama seperti 2 hari sebelumnya 😅 Ngga apa-apa, mungkin di masa yang akan datang gue akan merindukan momen-momen ini. Momen di mana gue banyak menghabiskan waktu bareng keluarga di rumah. Apalagi melihat tingkah lucu “kadang” ngeselin keponakan gue, Fjura.  Ohiya, ngomong-ngomong soal Fjura. Bulan ini tanggal 28 dia genap 2 tahun. Ngga berasa ya, cepet banget waktu. Ketik memasuki usia 2 tahun, pasti tau dong drama apa yang sedang dilewati Fjura dan ibunya. Yups, drama menyapih. Hari ini pertama kali Fjura ngga nyonyo lagi sama amaynya. Ngeliat dia sih kasian yaa, tapi cara gue menghibur dia dengan mengikuti semua permainan yg dia ajak sampe gue kelelahan harus lari kesana kemari. Hehe. Cepat atau lambat Fjura memang harus berhenti untuk mendapatkan ASI, sesuai aturan usianya. Dan itu membuka mata gue bahwa ada beberapa hal baik menurut kita yang memang ujung-ujungnya harus dilepaskan demi kebaikan lainnya. 

2 Ramadan 1443/2022

Hari kedua puasa, dan sore tadi gue dan kakak ngabuburit cari takjil. Sekalian ada keperluan beli sesuatu juga sih sebetulnya.  Masih seperti hari pertama, ibadah puasa hari kedua pun lancar. Tidak ada perbedaan signifikan. Kegiatan yg sama, di tempat yg sama juga. Ohiya, gue udah di fase hp sepi banget nggak ada chat seru kaya dulu. Jaman dulu, pas masih SMS-an, ramadan itu waktunya buat jadi orang paling seru buat chattingan. Sekarang, big no. Nggak sama sekali. Beberapa bulan terakhir bahkan gue nggak pake profile picture di WA. Dan makin kesini makin jaraaaaaang banget update story WA dan medsos lainnya. Gue merasa karena tidak ada hal menarik yang mesti gue post, hehe. Dan gue pun tidak tertarik melihat postingan orang lain. Huft, lagi-lagi gue menyadari tahun ini gue memasuki usia 29 tahun. What? 29 guys, tahun depan 30 dong. Random banget pikiran gue 🙂

1 Ramadan 1443/2022

Hari pertama menjalankan ibadah puasa (buat yang ikut pemerintah melalui hasil sidang isbat), dan puji syukur masih diberi nikmat kebersamaan dengan keluarga di rumah. Meski berkali-kali mengeluh tentang hidup yg masih begini-begini saja, selalu ada alasan kenapa gue harus tetap bersyukur. Masih bisa puasa bareng keluarga, masih bisa buka dengan es campur buatan mama, masih bisa bersantai menjalankan ibadah puasa sehingga terasa “tidak ada tantangan berat selama puasa”. Dan masih banyaaaaak lagi yg bisa gue syukuri. Beberapa hari terakhir gue mencoba “lagi” belajar apa itu ikhlas. Caranya? Gue meminta itu sama Yang Maha Membolak-balikkan hati. Tiap inget sesuatu yang bikin gue sedih, galau, dan perasaan buruk lainnya, gue langsung cepet-cepet buat istigfar. Cuma itu yg bisa gue lakukan. Di setiap kesempatan gue juga nggak berhenti buat minta dipanjangkan lagi sabarnya, dilapangkan lagi dadanya, untuk semua ketentuan dan takdir-Nya. Seperti yang pernah gue dengar bahwa alasan orang diuj

Kuartal I

Istilah ini gue tau ketika gue kerja di kantor. Di mana, ada evaluasi selama 3 bulan pertama sebelumnya. Jika belum ada pencapaian, maka pekerja harus lebih getol lagi supaya mencapai target KPI .  Tapi jika bicara tentang hidup? Ketika sudah memasuki bulan keempat di tahun 2022, dan keadaan masih “begini-begini aja”, apakah gue harus ikutan lari dan kerja pontang panting supaya bisa ngejar pencapaian diri sendiri atau bahkan orang lain? Gak ada yang tau. Teori tentang hidup akan dihempas sejauh mungkin ketika realita berwujud sebaliknya. Pada kenyataannya, gue masih di tempat yang sama seperti tanggal 1 Januari 2022 ketika gue mengetik tulisan blog di kamar gue. Gue masih di sini, belum kemana-mana. Gue gak tau apakah ini termasuk pencapaian atau bukan. Karena jika dilihat lebih luas lagi, mungkin ada beberapa orang yang berharap memiliki hidup seperti gue. Gue gak tau.  Gue sudah mulai memasuki fase “ Anhedonia ”. Yang menurut salah satu web kesehatan artinya ;  Anhedonia adalah kond

1/365

Halaman pertama di tahun 2022 diisi dengan kegiatan bersantai di rumah. Iya, selain bangunan yang orang lain sebut rumah juga ada keluarga tempat gue kembali setelah sejauh apapun gue pergi. 2021 ternyata bisa dibilang era covid yg lebih berat dibanding tahun sebelumnya 2020. Tapi, belajar dari 2020 bagaimana tentang “penerimaan” membuat gue lebih siap menghadapi 2021 kemarin. Setidaknya isi kepala gue masih waras dan isi hati masih belajar ilmu ikhlas. Setiap gue merutuki nasib yang tidak sesuai rencana, ada saja yg membisiki gue seperti bilang “lihat semua kejadian dari berbagai sudut pandang.” Yep, iman gue naik turun dengan intensitas lebih sering dibanding biasanya. Kadang gue terlalu mencintai diri gue sendiri dengan membangga-banggakan bahwa gue sudah sejauh ini walaupun tidak lebih cepat dibanding orang lainnya. Kadang gue terlalu membenci diri gue karena sudah nekat memilih pilihan yg menurut gue lebih baik dari sebelumnya. Sisi positif gue bilang bahwa gue adalah orang-orang